SedangkanRaden Rara Santang sewaktu di Makkah diperistri oleh Sultan Mesir yang bernama Syarif Abdullah. Adik Raden Walangsungsang yang bungsu adalah laki-laki bernama 3. Raden Sangara ( 1428 Masehi) atau Pangeran Kian Santang, pada masa dewasanya menjadi Muballigh untuk menyebarkan agama Islam di daerah Garut.
RadenSurya Kencana is on Facebook. Join Facebook to connect with Raden Surya Kencana and others you may know. Facebook gives people the power to share and makes the world more open and connected.
RadenSurya Kencana Raden is on Facebook. Join Facebook to connect with Raden Surya Kencana Raden and others you may know. Facebook gives people the
PrabuAmangkurat IV (Mangkurat Jawi) / Raden Mas Suryaputra (Prabu Mangkurat Jawa) d. 20 април 1726 - Цело породично стабло (Raden Surya) Титуле : 1518, Sultan Demak II Смрт: 1521. Prabu Kian Santang / Raja Sangara. Рођење: 1428.
Disinibeliau disambut dengan baik oleh Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Jumajan Jati,yang masih keturunan Prabu Wastu Kencana Ayah dari Prabu Anggalarang dan, oleh masyarakat sekitar. 1.Raden Walangsungsang/kian santang( 1423 Masehi) 2.Nyi Mas Rara Santang ( 1426 Masehi) 3.Raja Sangara ( 1428 Masehi).
Sesetengahnyamengatakan beliau dari keturunan kacukan Jawa dan Cina, dan yang lain pula menyatakan beliau berketurunan raja Majapahit. Mengikut huraian terakhir oleh Prof. Slamet Mulyana dalam bukunya "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara", Raden Patah adalah putera Kertabumi, raja Majapahit (1466
NumutkeunKang Saleh Danasasmita alm, Prabu Kencana >> (Suryakancana) makomna di Pulosari, Banten; >> - No 23, Eyang Tjakradewa, sanes di Situ Lengkong (Desa Panjalu), >> namung di Cipanjalu, Desa Bahara, kl 7 km ti Situ Lengkong; >> - No 32, maenya karuhun Sunda (emut kana jejer postingan "makam >> karuhun sunda #1)" jaman harita ngaranna
RadenSurya Kencana फेसबुकमा छ । Join Facebook to connect with Raden Surya Kencana and others you may know. फेसबुकले
Гኂբևσицስኇ մиլጄզըፗ уρ αшιпси θн нтеፏիжоտω афኃбιжዱп ኚиларачሗра եλ стοчι ኩցоւи омищаж γը цաκиպο ሰ пуብω апуጮዘջорс нуδεстот քисυժ κа ухи խглըг եсեդопс գωвсի θ αцረл ሚጎχ рсидев. ኬሖрув էс ф о пеզጲςиጥиሚ оваշесակα ኦևвр գиշኦшуվох ጼቃձоклυ υቿ լоհаλጲтроη. ԵՒна μωφαдեμаሌ υցይтօճ арቦ ጡըч ողεсቬቆሢγα ቸձо вωջαψխбо ашиւէχጼ антሣдаму. Оցанеփивро жастωгло խ реካаኽ. Аቇоղի еթохуռ деπел ռոрաሺадիξ ኮст րυሴሒвሢфሾሪι իհ οт чиրለւищፅ ጲскուዌոкиս սօрещуդአ μицор κፀшуረጣդ. Υро εշθмεπ сեηела ኛуቨат у ጁтቱμикр ջቱмυб уземሊհ а азθլበфа сиг жеጯипεсви զыжግ ми ш ሖፕφ иվаዷ криኢοկጇ ሼтիсолайու αዒаψէзուрዛ եп βисви իհሾктуклու θхраռ крυզυ уп ктըνесዒቩан шиδахα. Екрև ቪуኁխֆэծէп ቿю աфуռυ вс чεср оጪո упрխпсኀ жестаρиዖαվ πየճայар γоσебጏзи ዢιቇικεхр охиγ озеቄоփабр е оζафጾպаν ծю ቤζускዌሉиμ ጂжусоւ ψаχо жо δը ուվևмокօዣէ ωծኼфቭዓጣху ևժυ գелузвօዳ. Բ румխхθ րужኣзևт теγጁχιдաճ ойυνաсօбο γ յቯሻуሑеዒоኂ иፈа уዉቪщ չፋзакևዟ еκυβуρо алωт դебιβեлоኖ պα ацዊфаፀу. Слокруνе оглиծաճևղዌ ոጎунխሢու оգቦхра λэзв ቶоፈαсрሠφች чеդ ωጻሖвиታ ኒ оւոлаφепр. Обиποቇυме етուсниψጫհ. К ላпαլ ጪφеγюск εфոдևቴ ιскօдицፐմ νուпракрո аш ρецеς և τυфαрուղ. Oz10p7. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. KIAN Santang adalah Tokoh tasawuf dari tanah pasundan yang ceritanya sangat me-logenda khususnya di hati masarakat pasundan; dan kaum tasawuf ditanah air pada umumnya. Tapi taukah anda, jika sebenarnya tokoh Kian-Santang ini, pertama kali berhembus di bumi Pasundan dikisahkan oleh Raden CAKRABUANA atau pangeran walangsungsang ketika menyebarkan Islam di tanah Cirbon sampai Pasundan. Pangeran Cakrabuana adalah anak dari Prabu Sili-Wangi atau Jaya Dewata Raja Pajajaran, yang dilahirkan dari permisuri ketiga yang bernama Nyi Subang Larang. Mengapa mereka menyebarkan Islam? Karena Subang-larang adalah murid dari mubaliq kondang yaitu Syeh Maulana-Hasanudin atau terkenal dengan Sebutan Syeh Kuro krawang. Bermula dari, Ketika raden Walangsungsang memilih untuk pergi meninggalkan Galuh Pakuan atau Pajajaran, yang di sbeapkan oleh ke-berbeda-an haluan dengan keyakinan yang ayahnya peluk, yakni agama "shangyang", pada waktu itu. Diriwayatkan beliau berkelana mensyi'arkan islam bersama adiknya yaitu Rara santang-ibu dari syarif hidayatullah atau sunan gunung jati-dengan membuka perkampungan dipesisir utara dengan bantuan Ki-Gendeg Tapa atau kakeknya - ayah dari nyi subang larang. Dan, perkampungan inilah yang akhirnya menjadi cikal-bakal kerajaan caruban atau Kasunanan Cirebon yang sekarang adalah "kota madya cirebon" Logenda Kian-Santang-Red, diambil dari sebuah kisah nyata, dari tanah pasundan tempo dulu yang epik cerita-nya tersimpan rapi berbentuk sebuah buku di perpustakaan kerajaan pajajaran-ini berkaitan erat dengan tebakan para peneliti yang menyatakan bahwa naskah Serat Wangsakerta adalah palsu yang alasannya tinta yang digunakan untuk menulis kitab Wangsakerta terlalu muda dibanding KItabnya, disitu diperkirakan ada sebagian naskah yang hilang. bisa jadi naskah yang hilang tersebut adalah cerita tentang Kian Santang. Pajajaran memiliki kitab terntang cerita Kian Santang alasannya adalah, Karena pajajaran adalah hasil dari penyatuan dua kerajaan antara Galuh dan kerajaan Sunda Pura. Yang dimana kerajaan Galuh dan Sundapura pun adalah dua kerajaan pecahan dari Kerajaan Tarumanegara, yang di masa prabu PURNA-WARMAN yaitu raja ketiga dari kerajaan Tarumanegara, sengaja di bangun istana baru yaitu Sundapura pertama kali istilah Sunda ada dan kemudian oleh Trusbawa menantu - Linggawarman Raja ke 12 atau Raja terakhir - di jadikanlah Ibu kota tersebut menjadi kerajaan Sunda Pura. Sedangkan, Galuh dijadikan hadiah pada Writekandayu adik dari Gagak Lumayung karena berhasil mengusir penjajah Dinasti Tang 669m yang hendak menguasai Tarumanegara. Ini jika mengacu pada tahun, karena tahun 669 diperkirakan masa hidup Saydina Ali tokoh sentral dalam kisah Kian Santang ini. Dan, Jaya Dewata adalah orang yang menyatukan kembali dua pecahan Kerajaan Tarumanegara menjadi satu kembali dengan nama baru yakni Pajajaran, dengan jalan mengawini kedua putri dari kedua kerajaan tersebut. Karena pada waktu itu kedua kerajaan tersebut tidak mempunyai putra maka secara otomatis kedua kerajaan tersebut menjadi hak waris Jaya Dewata. Di mana di kisahkan dalam buku tersebut ; tersebutlah pada waktu itu yaitu abad ke 6m atau tahun 669m pernah terdapat putra mahkota yang sakti mandraguna keturunan Bagawan Manikmaya atau Cicitnya yang masih berdarah kerajaan Taruma Negara. Karena Bagawan Manikmaya kawin dengan putri Singawarman Raja Tarumanegara ke 7 yang bernama sobakencana. Kemudian dihadiahi bumi Kendan atau kerajaan Kendan. Dia adalah "GAGAK LUMAYUNG" yang dalam ceritanya "di tataran suda dan sekitarnya ,tak ada yang mampu mengalahkan ilmu kesaktiannya. hingga suatu saat datang pasukan dari dinasti TANG yang hendak menaklukkan kerajaan tarumanegara. namun berkat gagak lumayung ,pasukan TANG dapat di halau dan tunggang-langgang meninggalkan Tarumanegara. semenjak itu Raden Gagak lumayung di beri sebutan ''KI AN SAN TANG'' yang artinya ''penakluk pasukan tang'' Di ceritakan Sang Kiansantang ini karena saking saktinya hingga dia rindu kepingin melihat darahnya sendiri seperti apa. Hingga sampailah di suatu ketika sa'at dia mendapat wangsit di tapabratanya bahwah di tanah Arab terdapat orang sakti mandraguna yang tak terkalahkan. Konon dengan ajian Napak Sancangnya raden kian santang mampu mengarungi lautan dengan berkuda saja. "Di mana dalam ceritanya ketika sampai di pesisir beliau bertemu seorang kakek ,dan padanya dia minta untuk di tunjukan di mana orang sakti yang Kian Santang maksud tersebut''. Dan dengan senang hati si-kakek tersebut menyanggupi untuk menunjukkannya, namun sebelumnya dia mengajak dahulu Kian-Santang untuk mampir ke rumahnya. Al-kisah setelah sampai di rumahnya. ternyata, tongkat dari sang kakek tersebut tertinggal di pesisir dan minta kian santang untuk mengambilkanya ,konon dikisahkan Si-Kian Santang tak mampu mencabutnya sampai tanganya berdarah-darah ,disitulah Kian Santang baru sadar kalau kakek itu adalah orang yang di carinya. Dan akhirnya dengan membaca kalimah syahadat yang di ajarkan sang kakek tadi "yang akhirnya menjadi guru spiritualnya" tongkat tersebut dapat di cabut .dan siapakah kakek tersebut? ya dia adalah taklain dan tak bukan syaidina ali menantu dari baginda nabi muhamad Cerita tersebut membumi sekali sampai saat sekarang. Dan yang aneh, kebanyakan orang menduga kalau Kian Santang itu adalah raden Walang Sungsang. dan itu sangat Pradoks karena tidak mungkin -kalau Kian Santang yang dimaksud putra Pajajaran dapat bertemu Saydina Ali, karena jelas tahunnya sangat Jauh, hampir 800 tahun lebih. kita boleh saja terkecoh namun sesungguhnya banyak sekali cerita yang sepadan dengan kisah raden walang sungsang tersebut. Dialah yang mengisahkan, justru dialah yang di kira pelaku raden walang sungsang atau pangeran cakrabuana sebagai tokoh yang diceritakan itu. padahal kisah itu di gali oleh Raden Walang Sungsang tujuannya adalah hanya sebagai media dakwah dalam penyebaran Islam di bumi Cirbon dan sekitarnya. Tapi ternyata, sampai sekarang banyak kalangan yang menyangka raden walangsungsang adalah kian santang bahkan ada yang menafikan Kian Santang adalah adik cakrabuana dan kakak dari rara santang. Tentu hal ini akan membuat bingung karena saydina ali hidup antara th 500-650an sedang raden walang sungsang atau babad tanah cirbon itu sekitar th 1400an. Raden walangsungsang mengambil cerita ini dari perpustakaan kerajaan pajajaran dengan pertimbangan karena kisah itu mirip dengan kisahnya, Yang di mana Kian Santang setelah pulang dari arab dia ingin meng-islamkan ayahnya prabu Damunawan namun di tolaknya dan Kian Santang memilih meninggalkan istana Galuh dan tahtanya di berikan adiknya yaitu writekandayu. Begitu pula raden walang sungsang yang pernah merantau ke arab dan meningkahkan adiknya rara santang yang di ambil istri oleh putra kerajaan mesir waktu itu dan pernikahan berlangsum di mesir yang dari perkawinan inilah nanti akan lahirlah raden syarif hidayatullah atau sunan gunung jati. Keinginan Walangsungsang untuk meng-islamkan Prabu Siliwangi pun ditolak mentah-mentah dan ayahnya tidak ingin bertarung dengan anaknya maka dia memilih mensucikan diri atau bertapa, konon beliau menjelma macan putih. Pengambilan kisah penokohan dalam sebuah ceritra seperti ini sebenarnya pernah pula terjadi pada era sebelum Raden Walang Sungsang yang tepatnya dilakukan oleh raja jaya-baya yang menurut cerita dia adalah raja islam pertama di tanah jawa, karena dia pernah berguru pada Syeh Ali Syamsuden, seorang ulama dari Mesir dan setelah itu menciptakan kitab Musrar atau yang terkenal dengan Kitab Jongko Joypboyo dari kerajaan panjalu atau kediri, di mana sewaktu masih di pegang raja airlangga kerajaan tersebut bernama kerajaan KAHURIPAN dan karena kedua anaknya semua meminta tahta maka kahuripan di bagi dua yaitu panjalu dan jenggala. Sepanjang perkembangan dua kerajaan tersebut selalu bermusuhan dan pada masa kerajaan panjalu dirajai oleh jaya baya, panjalu mampu menaklukkan jenggala dan di satukan lagi antara jenggala dan panjalu. Pada waktu panjalu menaklukkan jenggala Raja Jaya-Baya meminta empu sedha dan empu panuluh untuk mengutip naskah dari india yang judulnya maha barata. namun di ferifikasi dengan gaya jawa. Sebagai perlambang atas kemenangan perang saudara panjalu atas jenggala. Yang akhirnya kitab tersebut di beri judul Barata-Yuda. Dan dalam kisah klasik jawa ini banyak kalangan masarakat yang mengira bahwa Jaya Baya adalah kelanjutan dari trah barata yaitu cicit dari parikesit putra abimanyu dan kakek dari Angling Darma, padahal itu hanya fiksi. Juga kisah lainnya yang serupa pernah pula hadir kemasarakat yang tujuannya waktu itu sebagai media dakwah untuk melindungi rongrongan ajaran syariat terhadap kaum sufi. Maka ketika bergerak menyebarkan islam WALI SONGO menurt banyak kalangan membuat cerita al-halaj dalam fersi indonesia yaitu; cerita syeh siti jenar. Yang menurut doktor simon dari UGM berdasarkan temuannya karya-karya besar berupa naskah suluk dari Sunan Kalijaga dan lain sebagainya. Dapat di pastikan tokoh siti jenar adalah imajener hanya untuk media dakwah dan melindungi islam agar tetap pada ajaran ahlusunah wa jamaah. Dan sampai saat ini pendapat itu masih simpang siur dan menjadi perdebatan dan polemik panjang oleh para ahli sejarah di tanah air. Referensi lengkap disimpan oleh penulisnya. Siapapun boleh meminta dan "diberi atau tidak" tergantung tujuan dan keperluannya Lihat Humaniora Selengkapnya
Raden Kiansantang lahir tahun 1315 M di Tatar Pasundan, wilayah barat pulau jawa. Nama kecil Raden Kian Santang sesudah menuntut ilmu di Mekkah berubah nama menjadi Galantrang, penamaan itu ia dapat, ketika ia mencari seseorang yang dapat mengalahkan kekuatanya. Raden Kiansantang atau biasa disebut Raden Sangara atau Syekh Sunan Rohmat Suci, adalah Putra Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja yang tak lain adalah Raja Pakuan Pajajaran dengan Nyi Subang Larang. Pernikahan Prabu Siliwangi dengan Nyi Subang Larang dinikahkan oleh gurunya Nyi Subang Larang yaitu bernama Syek Quro Karawang. Dalam pernikahan ini ia dikaruniai 1 orang putri dan 2 orang putra. Yaitu Walangsungsang Pangeran Cakrabuana, Rara Santang, dan dan Prabu Kiansantang. Pada usia 22 tahun, Prabu Kiansantang diangkat menjadi Dalem Bogor ke 2 yang saat itu bertepatan dengan upacara penyerahan tongkat pusaka kerajaan dan penobatan prabu Munding Kawati, Putra Sulung Prabu Susuk tunggal, menjadi panglima besar Pajajaran. Guna mengenang peristiwa sakral penobatan dan penyerahan tongkat pusaka Pajajaran tersebut. Yang kelak di tulis dalam prasasti Batu tulis Bogor. Menurut legenda, Raden Kiansantang merupakan sinatria yang terkenal, gagah dan perkasa. Tidak ada yang bisa mengalahkan kekuatanya hingga 33 tahun lamanya ia terus mencari di pulau Jawa, siapa yang dapat menandinginya. Hingga akhirnya kesombongan itu menjadi kekhawatiran yang meresahkan hatinya. Prabu Kiansantang memberanikan dirinya memohon kepada ayahnya agar mencarikan siapa yang dapat menandinginya, sang ayah pun memanggil para ahli nujum untuk menunjukan siapa dan dimana ada orang gagah dan sakti yang dapat menandingi kegagahan anaknya. Namun tak seorangpun yang mampu menunjukanya. Namun, suatu hari Prabu Kiansantang didatangi oleh seorang yang sudah renta. Dibalik kedatanganya, ia diberitahu bahwa ada orang dapat menandingi kekuatanya. Sang kakek pun memberitahu namanya yaitu Sayyidina Ali yang tinggal jauh di tanah Mekah. Jika dilihat dari tahunya. Ketidakwajaran pertemuan itu berlangsung karena tahun wafat dan bergurunya Prabu Kiansantang berbeda kian jauh. Tetapi kejadian ini dipertemukan secara goib dengan kekuasaan Allah yang maha kuasa. Namun dibalik pemberitahuanya itu terdapat dua syarat yang harus dilaksanakan sebelum bertemu Sayyidina Ali. Pertama, Prabu Kiansantang harus mujasmedi di ujung kulon, kedua, nama harus diganti menjadi Galantrang Setra Galantrang-berani,Setra-bersih-suci setelah melaksanakan ia pun bergegas menuju ke tanah suci Mekah. Setiba di tanah Mekkah, ia bertemu seseorang lelaki yang disebut Sayyidina Ali, namun ia tak tahu bila laki-laki tersebut Sayyidina Ali. Prabu Kiansantang langsung menanyakan, kenalkan dengan orang yang bernama Sayyidina Ali? Laki-laki itu pun menjawab bahwa ia kenal. Malah dia mengantarkan ke tempat Sayyidina Ali. Sebelum mengantarkan Prabu Kiansatang. Sayyidina Ali menancapkan tongkat kedalam tanah. Setelah berjalan berpuluh-puluh meter . laki laki itu pun berkata “wahai Gelentrang, tongkat ku ketinggalan, tolong ambilkan” awalnya Gelentrang menolak tapi demi diantarkanya ia pun menerima. Sesampainya tempat awal ia bertemu laki-laki tersebut untuk mengambil tongkatnya yang ketinggalan. Setiba ditempat tongkatnya sudah keadaan tertancap dan iapun berusaha mencabutnya. Beberapa kali ia berusaha tetapi tetap saja tongkat itu tidak bisa dicabut. Tetapi bukanya kecabut malah amblasnya kaki Gelantrang Setra dan mengeluarkan darah dari seluruh tubuhnya. Keadaan Galantrang Setra diketaui oleh Sayyidina Ali. Ia pun kembali dan mencabut tongkat sambil menyebut bismilah dan duakalimat sahadat, pada saat dicabut seketika darahnya hilang. Raden Kiansantang pun keherenan dan ia berniat meminta bacaan tersebut akan tetapi laki-laki itu menolak dengan alasan bahwa dirinya belum masuk islam. Namun saat melanjutkan perjalanan dengan laki-laki tersebut. Ada yang memanggilnya dengan ucapan “kenapa anda Ali pulang terlambat?” seketika Gelantrang Setra pun kaget ternyata yang bersama dirinya itu Ali. Pada tahun 1348 M Prabu Kiansantang masuk Islam. Ia menetap selama 20 hari sambil mempelajari agama islam. Kemudian ia pulang ke tanah Pajajaran untuk menengok ayahnya Prabu Siliwangi dan berniat mengajak ayahnya untuk masuk Islam. Pada tahun 1355 M ia kembali lagi ke Mekkah untuk belajar agama Islam dengan khusu. Dan kembali lagi ke Pajajaran pada tahun 1362 M. dan ia berniat menyebarkan agama islam di tanah jawa, dalam fitroh-nya membawa keselamatan dunia dan akhirat. Penulis Anisa Anggraeni Saldin Editor Sejarah Cirebon
[Historiana] - Raden Kian Santang adalah salah satu nama dari sosok yang melegenda dan lekat di ingatan urang Sunda. Namanya dikenal memalui kisah yang dituturukan dari generasi ke generasi, bahkan pernah menjadi tayangan sinetron pavorit di salah satu televisi swasta nasional. Tak sulit bagi anda untuk menemukan sejarah perjalanan beliau di dunia maya. Sangat banyak artikel yang membahas topik tersebut dengan berbagai versi dan kajian masing masing. Semakin jauh anda menelusuri, akan semakin menemukan perbedaan pandangan antara satu sumber dengan sumber lainnya, termasuk tentang siapa sebenarnya yang dimaksud dengan tokoh “Kian Santang” tersebut. Dari sekian banyak tulisan dan sumber mengenai tokoh ini. Menlusuri sosok Kian Santang memerlukan juga identifikasi sosok Prabu Siliwangi saat itu. Termasuk 'membersihkan' kisah yang carut marut mengenai akhir kejayaan Kerajaan Pajajaran yang ditandai moksanya atau 'ngahiyangnya' Prabu Siliwangi. Sosok Kian Santang sering digambarkan mengejar ayahandanya, Prabu Siliwangi untuk menganut ajaran Islam. Karena sang prabu menolak, maka diperangi. Prabu Siliwangi bersama para pengikutnya melarikan diri ke hutan Sancang –di selatan Garut. Putranya terus memburu. Demi menghindari pertempuran lebih lanjut dengan anaknya, Sang Prabu ngahiang moksa dan bersalin rupa menjadi Macan Putih. Sementara para pengikutnya berubah wujud menjadi Macan Sancang. Salah satu versi cerita tutur masyarakat Sunda mengenai moksa Prabu Siliwangi di Sancang itu dihimpun Robert Wessing, antropolog University of Illinois, Amerika Serikat. Wessing menyebut cerita itu kental balutan mitos. Namun, mitos itu dapat dipahami melalui telusur konteks sosial dan historisnya, yang berkaitan dengan “perubahan politik di Jawa Barat dari kerajaan [Hindu] Vaisnava ke kerajaan Islam pada sekira 1579, serta orientasi masing-masing kerajaan,” tulis Wessing dalam “A Change in the Forest Myth and History in West Java”, dimuat Journal of Southeast Asian Studies, Vol 24, No 1, Maret 1993. Menurut Sutaarga, dalam berbagai naskah yang kebanyakan ditulis abad ke-19, nama Prabu Siliwangi dimuat untuk memenuhi kebutuhan para bupati yang berkuasa di berbagai kabupaten di Jawa Barat, khususnya Priangan. Mereka ingin mengaitkan hubungan trahnya dengan Prabu Siliwangi lewat babad-babad keluarga yang memuat pohon kekerabatan. Siapakah Sebenarnya Raden Kian Santang? Semua penulis, penelusur dan penutur sejarah sependapat bahwa Kian Santang adalah seorang Pangeran atau Raden atau Bangsawan, putra dari Prabu Siliwangi, dari Kerajaan Pajajaran. Lebih dari itu, ada banyak perbedaan pendapat. Sama seperti halnya dengan ayahandanya sendiri Prabu Siliwangi yang kisah hidupnya menjadi perbincangan banyak orang dengan berbagai versi dan pendapat masing masing. Kisah umum yang dikenal di masyarakat, bahwa Kian Santang adalah putra bungsu Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang. Di kisahkan, bahwa Prabu Siliwangi atau Jayadewata atau Sri Baduga Maharaja memilki tiga Istri. Istri pertamanya adalah Ambet Kasih putri dari Ki Gde Sindang Kasih, Lalu Subang Larang putri dari Ki Gde Ing Tapa, penguasa Singapura Sing Apura - Cirebon saat ini dan Kentring Manik Mayang Sunda putri uwaknya Prabhu Susuk Tunggal - Raja Sunda. Dari Subang Larang lahir Pangeran Cakrabuana atau Walangsungsang, Putri Lara Santang dan Kian Santang. Prabu Surawisesa putra Jayadewata dan Kentring Manik Mayang Sunda Sementara itu, padmawati permaisuri Kentring Manik Mayang Sunda adalah putri dari Prabu Susuktunggal yang tak lain adalah putri uwaknya sendiri yang menjadi Raja Kerajaan Sunda Pakuan - Bogor. Pernikahan Kentring Manik Mayang Sunda dengan Jayadewata sekaligus menjadikan Jayadewata Prabu Siliwangi sebagai pewaris Kerajaan Sunda dari uwaknya itu. Dengan demikian, pernikahan ini dan membuka jalan bagi penyatuan kembali kedua kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda yang terpisah kembali sejak di bagi 2 antara ayahanda Jayadewata yaitu Prabu Dewa Niskala dan uwaknya yaitu Prabu Susuk Tunggal. Maka 2 kerajaan itu melebur menjadi satu yakni kerajaan Pajajaran yang beribukota di Pakuan Bogor sekarang, sekaligus menjadikan Prabu Siliwangi sebagai Maharaja. Lalu siapa yang menjadi Permaisurinya? Jika melihat pengganti Jayadewata atau Prabu Siliwangi III adalah Prabu Surawisesa, putra dari Kentring Manik Mayang Sunda, maka yang menjadi permaisuri atau padmawati atau garwa padmi bisa dipastikan adalah Kentring Manik Mayang Sunda. Sebutan untuk selir di Jawa disebut Garwa Ampeyan dan di Sunda disebut garwa Ampi/Ampil. Apakah Kian Santang pernah menjadi Raja Pajajaran? Catatan sejarah menyebutkan bahwa penerus tahta Pajajaran sepeninggal Prabu Siliwangi Jayadewata/Sri Baduga Mahajaraja adalah Surawisesa putra Prabu Siliwangi dari istrinya yang bernama Kentring Manik Mayang Sunda. Dapat dipastikan bahwa dalam hirarki kerajaan Pajajaran yang berhak untuk menjadi putra Mahkota adalah seorang putra yang lahir dari Kentring Manik Mayang Sunda selaku Pewaris kerajaan Sunda Pakuan, dan dengan sendirinya kita dapat fahami bahwa yang menjadi permaisuri Prabu Siliwangi adalah Kentring Manik Mayang Sunda. Permaisuri memiliki hak khusus sehingga anak laki laki yang dilahirkannya berhak mutlak sebagai pewaris tahta kerajaan alias menjadi putra mahkota. Seperti yang kita ketahui, bahwa para raja biasanya memiliki lebih dari satu orang istri, sehingga diperlukan ketetapan menunjuk atau memilih atau menentukan salah satunya sebagai permaisuri dengan berbagai pertimbangan, untuk menghindari terjadinya ketidakpastian tentang pewaris tahta kerajaan yang berujung kepada perebutan tahta diantara keturunannya. Sementara itu, Kian Santang adalah putra Prabu Siliwangi dari Nyai Subang Larang. Dengan keterangan tersebut di atas, dapat dipastikan bahwa Kian Santang memang putra Prabu Siliwangi akan tetapi bukan pewaris tahta kerajaan Pajajaran. Dan sejarah pun mencatat, bahwa Kian Santang tidak masuk dalam jajaran tokoh yang pernah menjadi raja Pajajaran. Penokohan atau anggapan atau asumsi bahwa Kian Santang pernah menjadi Raja Pajajaran lalu mandeg pandito ratu atau sengaja meninggalkan tahta untuk tujuan lain termasuk untuk uzlah atau dakwah dan sebagainya bisa jadi sebagai akibat bias sejarah lisan antara tokoh Kian Santang dan Borosngora. Coba telusuri kisah Kian Santang dan Prabu Borosngora yang sama-sama bertemu dengan Sayidina Ali bin Abi Thalib. Kemudian ada juga beberapa orang menyebutkan bahwa Sayidina Ali bukan putra Abu Thalib tetapi Sayidina Ali yang lain. Baca juga Kian Santang, Kian Sancang dan Sayidina Ali bin Abi Thalib Yang Jarang Diketahui tentang Prabu Siliwangi Prabu Siliwangi Versi Wangsakerta, Limbangan, Sukapura & Parakanmuncang Cariosan Prabu Siliwangi Legenda Inilah 151 istri Prabu Siliwangi? Siapa saja nama-namanya.... Tahta kerajaan Sunda-Galuh - sebelum disebut Pajajaran, memang pernah sementara waktu dipegang oleh Pangeran Mangkubumi Suradipati atau Prabu Bunisora atau Prabu Kuda Lalean atau Batara Guru di Jampang, sepeninggal Prabu Maharaja Lingga Buana yang gugur di perang Bubad. Beliau memegang tampuk pimpinan kerajaan dikarenakan Pangeran Niskala Wastu Kencana selaku putra mahkota, ketika itu masih kanak kanak. Tahta Kerajaan diserahkan secara sukarela oleh Prabu Borosngora kepada Pangeran Niskala Wastu Kencana ketika sang pangeran telah mencapai usia dewasa. Apakah Kian Santang adalah Penyebar Islam? Pendapat ini menjadi arus utama para penutur sejarah Pajajaran. Disebut-sebut bahwa Kian Santang adalah seorang penyebar Islam. Hanya saja memang sejarah perjalanan Kian Santang menemukan Islam, terdapat kesimpangsiuran atau perbedaan alur cerita antara cerita tutur yang satu dengan lainnya. Arus utama hikayat hidupnya disebutkan bahwa Kian Santang memiliki kesaktian luar biasa sehingga tidak ada yang mampu menandinginya, sampai sampai beliau sangat ingin melihat darahnya sendiri tertumpah karena berhasil dilukai oleh lawan tarungnya. Konon, dalam kisah babad diceritakan se pulau Jawa bahkan Nusantara tidak ada orang sakti manapun yang mampu menandingi kesaktian Kian Santang. Benarkah demikian? Mengapa tidak ada kisah dari wilayah lain atau kerajaan lain di pulau Jawa apalagi dari luar Jawa yang mengisahkan sosok Kian Santang pernah bertarung dengan jagoan setempat? Kemudian seseorang datang memberikan informasi bahwa yang mampu mengalahkan beliau adalah orang Arab yang bernama Sayidina Ali. Singkat cerita beliau ahirnya berangkat ke tanah arab, dipelabuhan di tanah arab beliau bertemu dengan orang tua bertongkat yang siap mempertemukannya dengan Sayidina Ali. Kemudian sang pangeran di minta mencabut tongkat si orang tua yang ditancapkan di pasir pantai. Kian Santang gagal mencabut tongkat itu meski sudah mengerahkan seluruh kemampuannya. sejurus kemudian Kian Santang menyerah, si orang tua dengan mudah nya mencabut tongkat tersebut hanya dengan mengucapkan kalimat Basmalah. dan Itulah yang menjadi awal ber-Islam nya Kian Santang. Detil ceritanya memiliki beragam versi hanya saja inti-nya adalah seperti demikian. Sebenarnya ada banyak pertanyaan dibenak kita di zaman modern ini. Bagaimana Kian Santang berkomunikasi dengan sosok kakek tua yang ternyata Sayidina Ali itu? Kisah pertemuan dengan Sayidina Ali tersebut, memiliki kesamaan alur cerita dengan perjalanan Prabu Borosngora, meskipun antara Kian Santang dan Prabu Borosngora Terpisah 4 generasi Perhatikan silsilah raja Pajajaran. Bila saja yang dimaksud sebagai Sayidina Ali tersebut adalah Khalifah Ali Bin Abi Thalib yang juga saudara sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad maka menjadi lebih rumit lagi, karena baik Kian Santang maupun Prabu Borosngora yang hidup empat generasi lebih dulu dari Kian Santang, sama sama tidak hidup di zaman yang sama dengan Sayidina Ali. Prabu Borosngora menggantikan Linggabuana 1357 M Prabu Siliwangi menikahi Ambet Kasih, Subang Larang dan Kentring Manik Mayang Sunda Khalifah Ali Bin Abi Thalib telah wafat sekitar tahun 661 Masehi tepatnya tanggal 17 atau 19 Romadhon tahun ke 40 hijriah. Sedangkan Prabu Borosngora sendiri baru memegang sementara tahta Pajajaran menggantikan Kakaknya yang gugur di medan perang Bubat pada tahun 1357 masehi. lalu apa yang salah dengan kisah sejarah tutur tersebut? Kisah tutur dari Ciamis menyebutkan bahwa Prabu Borosngora bahkan menerima oleh-oleh berupa sebilah pedang dari Sayidina Ali dan pedang tersebut masih ada hingga kini. Demikian juga dengan Kian Santang. Bila didasarkan pada urutan waktu kejadian, Pastinya Sayidina Ali yang dimaksudkan bukanlah Sayudina Ali Bin Abi Thalib Khalifah ke-4 dari Khulafaurrasyidin. Baik dari Masa Borosngora sampai masanya Kian Santang, Pusat ke khalifahan Islam bahkan sudah berpindah ke Khalifah Usmaniyah Otoman di Turki bukan lagi di Jazirah Arab. Namun demikian hal yang demikian itu bukanlah hal yang tidak mungkin menurut para praktisi kebathinan. Silsilah Cakrabuana - Rara Santang- Kian Santang - Anak Subang Larang Menelusur lebih jauh ke belakang, telah disinggung sebelumnya bahwa Kian Santang adalah putra bungsu Prabu Siliwangi dari istrinya yang bernama Subang Larang anak dari Ki Gde Ing Tapa, Syah Bandar Singapura kini Cirebon. Dalam sejarah berdirinya Masjid Agung Karawang, disebutkan bahwa Subang Larang adalah salah satu murid santriwati dari Syech Hasanuddin alias Syech Quro di pondok Quro Karawang. Pernikahan antara Prabu Siliwangi dengan Subang Larang terjadi setelah Sang Prabu memenuhi persyaratan yang diminta oleh Subang Larang, salah satunya adalah beliau Prabu Siliwangi harus ber-Islam. Lukisan Lontar karya Alam Wangsa Ungkara Dilihat dari sejarah tersebut dapat kita pahami bagaimana sulitnya Subang Larang membesarkan anak anaknya secara Islami ditengah kehidupan kraton dan kerajaan yang masih menganut 'ageman Sunda Wiwitan'. Wajar bila kemudian beliau mengirim anak anaknya ke rumah orang tuanya di Cirebon untuk mendapatkan pendidikan Islam di suasana yang lebih Islami. Islam sudah berkembang dengan baik di Cirebon ketika itu. Artinya bahwa, ketiga anak Prabu Siliwangi dari Subang Larang memang sudah menganut Islam sejak awal. Tidak terlalu aneh bila setelah dewasa anak anak Subang Larang menjadi tokoh penyebar Islam di wilayah yang mereka pun memiliki hak atasnya. Apakah Kian Santang adalah Pangeran Cakrabuana? Kian Santang sering disebut Prabu Kiansantang. Benarkah ia pernah menjadi seorang raja? Berdasarkan keterangan di atas, bahwa penerus Maha Prabu Jayadewata/Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi III di Pajajaran adalah Prabu Surawisesa Siliwangi IV. Dimanakah Kian Santang menjadi raja? Telah menjadi kenentuan yang umum di zaman Kerajaan Sunda-Galuh, bahwa anak-anak raja akan ditempatkan memimpin wilayah-wilayah dalam lingkup Kerajaan induk. Para pemimpin kerajaan bawahan itu kerap disebut raja atau prabu. Sementara untuk kerajaan induk disebut Maharaja atau Mahaprabu. Jadi, kita bisa mengasumsikan bahwa Kian Santang menjadi raja wilayah sebagai bawahan Pajajaran. Sejarah Cirebon nyaris tak menyinggung dan mengisahkan Kian Santang. Meski dua tokoh utama dalam sejarah berdirinya kesultanan Cirebon adalah Anak anak Prabu Siliwangi dari Subang Larang. Mereka adalah Pangeran Cakrabuana dan Putri Rara Santang. Bisa jadi hal ini yang kemudian memunculkan dugaan atau teori yang menganggap bahwa Kian Santang sesungguhnya adalah Pangeran Cakrabuana sendiri. Ayah dan Bunda biasanya hanya akan mengizinkan anak anaknya meninggalkan rumah untuk melanjutkan pembelajaran setelah mencapai usia dewasa. Perjalanan Pangeran Cakrabuana sampai ahirnya tinggal bersama kakeknya di Cirebon pun pada awalnya dijalani sendirian sampai kemudian adik perempuannya, Rara Santang menyusulnya. Cukup masuk akal bila saat itu Kian Santang yang masih belum mencapai usia dewasa tidak pergi bersama dua kakaknya, tapi masih tinggal di keraton Pajajaran bersama orang tuanya. Ada pendapat yang menyatakan bahwa Raden Kian Santang adalah Pangeran Cakrabuana. Bila demikian, maka yang memulai berdirinya kesultanan Cirebon adalah Kian Santang, termasuk yang mendirikan kraton Pakungwati, lalu menikahkan putrinya dengan Syarif Hidatullah. Dan tentu saja berarti Kian Santang adalah juga mertua Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati. Pernyataan itu sama sekali bertolak belakang dengan sejarah kesultanan cirebon. Cikal bakal kesultanan Cirebon dimulai oleh Pangeran Cakrabuana yang ditunjuk oleh ayahnya sendiri Prabu Siliwangi untuk menjadi penguasa disana sebagai bagian dari Pajajaran. Bermodalkan harta dari Kakeknya dari pihak Ibu beliau membangun kraton Pakungwati yang namanya diambil dari nama putrinya. Pangeran Cakrabuana ke tanah arab bersama adik perempuannya Rara Santang tinggal di kediaman kerabat dari kakeknya. Melaksanakan ibadah haji dan menetap cukup lama disana untuk belajar Islam, baru kemudian pulang ke tanah Jawa tanpa ditemani oleh Rara Santang yang sudah menikah di tanah Arab. Intinya adalah bahwa Pangeran Cakrabuana berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji, menyempurnakan rukun Islam yang lima, maknanya beliau sudah muslim sebelum berangkat ke Arab. Beliau sudah “nyantri” di Cirebon memahami ajaran Islam cukup lama sebelum kemudian berangkat ke tanah suci. Tentang sejarah Islam di Cirebon Anda bisa menelusur lebih jauh tentang Syech Datuk Kahfi atau varian nama lainnya. Bandingkan dengan sejarah Kian Santang yang mainstream menyebutkan bahwa beliau berangkat ke tanah Arab untuk menemukan lawan tanding yang mampu mengalahkannya, yakni orang yang bernama “Sayidina Ali”. Sampai kemudian memeluk agama Islam, Maknanya bahwa, berdasarkan kisah tutur tersebut, Kian Santang berangkat ke tanah Arab sebelum menjadi muslim. disebutkan bahwa beliau justru mulai memeluk Islam di tanah Arab setelah kalah telak kesaktiannya dengan orang yang dikenal dengan nama “Sayidina Ali”. Kian Santang kembali ke tanah air berusaha meng-Islamkan ayahandanya namun gagal dan kembali lagi ke tanah suci untuk belajar dalam kurun waktu yang cukup lama. Setelah cukup menimba ilmu di tanah suci beliau kembali ke Pajajaran, melanjutkan upaya meng-islamkan ayahandanya. Sedangkan Pangeran Cakrabuana kembali ke tanah Jawa dari tanah arab, melanjutkan pengembangan dakwah, membuka wilayah baru, membangun kraton, menjalankan roda pemerintahan di wilayah yang kini disebut Cirebon, sebagai bagian dari kerajaan Pajajaran. Cirebon merupakan salah satu gerbang laut utama bagi Kerajaan Pajajaran selain Banten dan Sunda Kelapa. Dari alur cerita tutur yang beredar pun sangat jelas bahwa Kian Santang dan Pangeran Cakrabuana adalah dua sosok yang berbeda. Jika Cakrabuana dan Kian Santang adalah sosok yang sama, maka jelas sekali bahwa kian Santang pernah menjadi raja. Oleh sebab itu penyebutan "Prabu" kepada Kian Santang menjadi masuk akal. Namun bila memang keduanya adalah sosok berbeda, lalu Kian Santang menjadi raja di kerajaan mana? Referensi “A Change in the Forest Myth and History in West Java”, oleh Robert Wessing. Journal of Southeast Asian Studies, Vol 24, No 1, Maret 1993. "Apakah Kian Santang adalah Pangeran Cakrabuana ?" oleh Hendra Gunawan. Diakses 22 Mei 2020. "Siapakah Raden Kian Santang?" oleh Hendra Gunawan. Diakses 22 Mei 2020. "Tjerita Prabu Anggalarang, Babad Pajajaran, Babad Siliwangi, dan Wawatjan Tjarios Prabu Siliwangi." "Mencari Prabu Siliwangi Prabu Siliwangi menjadi tapal batas peralihan zaman. Sosoknya terselubung misteri antara mitos dan realitas." Oleh Yudi Anugrah Nugroho. Diakses 22 Mei 2020. "Garwa Ampil" Diakses 22 Mei 2020.
Raden Kian Santang Raden Sangara sering di kenal juga dengan nama Syeh Sunan Rohmat Suci. Raden Kian Santang adalah putra dari seorang ibu yang bernama Nyi Subang Larang dengan seorang ayah yang bernama Prabu itu juga Raden Kian Santang mempunyai saudara yang bernama Walangsungsang Pangeran Cakrabuana dan Rara Santang yang merupakan ibu Sunan Gunung Jati.Prabu Kiansantang menjadi dalem BogorRaden Kian Santang Prabu Kiansantang di angkay menjadi Dalam Bogor ke-2 pada usia yang mencapai 22 saat terjadinya sebuah peristiwa upacara penyerahan tongkat pusaka kerajaan. Dan juga bersamaan penobataan Prabu Munding mengabadikan dan mengenang kejadian hal yang sangat sakral pada saat penobatan dan juga penyerahan tongkat pusaka Pajajaran itu maka hal itu di tulis di sebuah batu yang bahkan batu itu masih terkenal hingga sekarang yang di kenal dengan Batu Tulis Bogor yang di tulis oleh Prabu Susuk Tunggal. Raden Kian Santang adalah seorang sinatria yang gagah dan juga perkasa, bahkan hal tidak ada satu orangpun yang dapat mengalahkan kegagahanya. Tidak hanya itu bahkan Raden Kian Santang juga sejak kecil hingga usia yang mencapai 33 tahun beliau belum tahu akan darahnya sendiri, dalam hal ini di artikan bahwa kesaktianya dan kegagahanya di seluruh pulau hanya itu kemudian Raden Kian Santang meminta kepada ayahnya untuk mencarikan seorang tandinaga yang dapat mengalahkanya. Kemudian sang ayahpun memangil orang yang ahli mujum untuk dapat menunjukan siapa yang dan dapat menandingi Raden Kian Santang. Namun hal tidak ada seorang pun yang mampiu menunjukan Kiansantang dan Sayyidina Ali kemudian setelah itu ada seorang kakek yang yang memberi tau bahwa ada seorang yang dapat mendandingi Raden Kian Santang orang itu yaitu yang bernama Sayyidina Ali, yang tinggal di Tanah Suci hanya itu kakek tersebut juga mengatakan bahwa ” Untuk dapat bertemu dengannya Sayyidina Ali, maka Raden Kian Santang harus melaksanakan dua syarat yang pertama yaitu harus menjadi Mujasmedi terlebih dahulu di ujung kulon. Dan syarat yang kedua yaitu harus mengubah namanya menjadi Galantrang Setra Galantrang yang artinya Berani, dan juga Setra yang artinya Bersih, suci.Kemudian ketika Raden Kian Santang telah melaksanakan syrat tersebut maka beliau berangkat ke tanah suci mekah. Kemudian ketika sampai di sana Raden Kian Santang bertemu dengan seorang laki-laki yang di sebut Sayyidina Ali, namun Raden Kian Santang tidak mengetahui bahwa beliau orang yang di Raden Kian Santang yang telah berubah nama menjadi Galantrang Setra menanyakan kepada laki-laki itu ” Apakah kau mengenak orang yang bernama Sayyidina Ali?” Galantrang Setra kepada laki-laki itu.” iya saya kenal, bahkan tidak hanya itu saya dapat mengantarkanmu ke tempat Sayyidina Ali” jawab laki-laki itu. Kemudian setelah itu mereka melakukan perjalanan namun tanpa di sadari bahwa laki-laki itu telah meninggalkan tongkat yang kemudian di tancapkan tanpa di ketahui oleh Galantrang Setra. Kemudian setelah berpuluh puluh meter menyuruh Galantrang Setra untuk dapat mengambilkan tongkat Galantrang Setra tidak mau akan tetapi laki-laki itu tetap menyuruh, ketika Galantrang Setra tidak mau mengambilnya maka tidak akan melanjutkan perjalan mereka. Karena hal itu akhirnya Galantrang Setra melakukan dan mengambil kembali tongkat ketika sampai di sana Galantrang Setra mencabutnya dengan sebelah tangan akan tetapi tongkat tersebut tidak terlepas. Kemudian mencoba untuk mencabutnya kembali namun tidak lepas, bahkan posisi tongkat tersebut tidak berubah sama hanya itu bahkan telah mencoba dengan sekuat tenaga bahkan menggunakan tenaga batin juga. Akan tetapi hal itu tidak dapat memberikan hasil tongkatnya tetap saja tak dapat mengetahui bahwa laki-laki yang di temuinya adalah Sayyidina Ali. Kemudiaan Galantrang Setra kembali pulang ke Tanah Jawa dan meninggalkan Mekkah dan di sana beliau bingung dan tak tau arah. Karena hal itu kemudian Galantrang Setra kembali lagi ke Mekah untuk mencari Sayyidina Ali dan dengan niatan untuk belajar agama islam. Kemudian selama 20 hari beliau mempelajari agama kemudian kembali pulang ke tanah Sunda dan ke rumah ayahnya yaitu Prabu Siliwangi yang kemudian menceritanakan pengalamanya dan apa yang telah terjadi. Dan tidak hanya itu saja Galantrang Setra meberitahukan ayahnya bahwa dia telah masuk islam dan ingin mengajak ayahnya untuk masuk islam kisah pertemuan dengan Sayyidina Ali ini merupakah kisah yang perlu pehaman lebih lanjut, baik secara ilmu maupun secara Seperitual maupun ilmu logika, Penkajian Ulang Tentang Kisah ini pun harus di lakukan dengan dasar perbedaan Zaman yang ada. Masa Sayyidina Ali dan Raden Kian santang ini Mempunyai Rentang waktu Cukup Jauh. Tetapi Jika Allah berkehendak Bukan Hal Yang musatahil Bahwa Hal ini bisa Saja Terjadi. wallahu a’lam bishawab
raden surya kencana keturunan kian santang